Peninggalan Kerajaan Buleleng dan Kehidupan Masyarakatnya

Posted on

Peninggalan Kerajaan Buleleng dan Kehidupan Masyarakatnya – Buleleng adalah nama kerajaan tertua di wilayah bali dan sekitarnya. Menurut sejarah kerajaan buleleng mulai berkembang pesat pada abad ke 9-11. Kala itu, kerajaan menganut paham dinasti warmadewa sebagai sistem pemerintahannya. Letak serta wilayah yang berada di bagian utara bali membuatnya strategis dari segi geografi sampai belanda pun menguasai kerajaan pada abad ke 18. Hingga kini kita bisa mengetahui seluk beluk kehidupan masyarakat buleleng dari beberapa prasasti yang ditinggalkannya.

Apa saja peninggalan kerajaan buleleng? diantaranya adalah melatgede, blanjong, panempahan, dan lain sebagainya. Masing-masing tentunya memiliki bentuk serta fungsi berbeda pada masanya. Meski penjelasan seluruh prasasti tersebut bisa kita jumpai di buku sejarah tapi masih banyak siswa yang tak mampu menyebutkannya. Padahal berbagai jenis peninggalan buleleng itu sering muncul sebagai soal ulangan, penilaian pertengahan, maupun akhir semester.

Peninggalan Kerajaan Buleleng
Sejarah Kerajaan Buleleng

Pendiri Kerajaan Buleleng ialah I Gusti Anglurah Panji Sakti yang berasal dari Wangsa Kepakisan melalui seluruh wilayah Bali Utara yang disatukan. Wilayah ini sebelumnya terkenal dengan nama Den Bukit. Kerajaan Buleleng memiliki corak agama Hindu Budha. Pusat kerajaan ini berada di Buleleng, bagian Utara Bali. Letak Buleleng berada di pesisir pantai sehingga sering kali disinggahi oleh para kapal pedagang. Pada kesempatan kali ini saya akan menjelaskan tentang beberapa peninggalan kerajaan Buleleng. Untuk lebih jelasnya dapat anda simak di bawah ini.

Peninggalan Kerajaan Buleleng dan Kehidupan Masyarakatnya

Mempelajari sejarah merupakan salah satu kegiatan yang menurut saya cukup menyenangkan. Ada berbagai aspek yang bisa kita petik dari kehidupan maupun peristiwa masa lalu baik itu mengarah pada hal positif maupun negatif. Semua itu terangkum menjadi satu dalam mapel IPS khususnya pada cabang ilmu sejarah yang biasanya mulai diajarkan pada siswa ketika berada di bangku sekolah menengah.

Hal pertama yang akan saya jelaskan ialah kehidupan politik dalam sejarah kerajaan Buleleng. Sri Kesari Warmadewa ialah pendiri Dinasti Warmadewa sesuai dengan prasasti peninggalan Kerajaan Buleleng seperti prasasti Blanjong. Asal keturunan dari Sri Kesari Warmadewa ialah dari bangsawan Sriwijaya yang zaman dahulu tidak dapat menaklukkan kerajaan Tarumanegara, Jawa Barat. Pada akhirnya Sri Kesari Warmadewa pergi ke Bali karena kegagalan tersebut serta di wilayah Buleleng telah didirikan sebuah pemerintahan baru.

Agar anda lebih paham mengenai sejarah kerajaan Buleleng tersebut, maka anda dapat membaca artikel ini sampai selesai. Adapun sejarah dari kerajaan Buleleng tersebut yaitu seperti di bawah ini:

Kehidupan Politik Kerajaan Buleleng

Dalam sejarah kerajaan Buleleng pada tahun 989 – 1011 dikuasai oleh Udayana Warmadewa. Udayana Warmadewa memiliki beberapa putra seperti Anak Wungsu, Airlangga dan Marakatapangkaja. Nantinya kerajaan Medang Kemulan di Jawa Timur akan dikembangkan oleh Airlangga. Berdasarkan prasasti kerajaan Buleleng yang terletak di Pura Bat Madeg, Dinasti Isyana memiliki hubungan yang erat dengan Raja Udayana di Jawa Timur. Pelaksanaan hubungan tersebut disebabkan oleh Gunapriya Dharmapatni (permaisuri Udayana) yang berasal dari keturunan Mpu Sindok. Kemudian raja kerajaan Buleleng digantikan oleh Marakatapangkaja (putra Udayana).

Menurut sejarah yang terdapat dalam peninggalan kerajaan Buleleng dijelaskan bahwa Marakatapangkaja dijadikan sebagai sumber kebenaran hukum bagi rakyat karena ia selalu melindungi warganya. Bahkan rakyat juga diberikan beberapa tempat peribadatan yang dibangun oleh Marakatapangkaja. Marakatapangkaja meninggalkan salah satu bentuk sejarah seperti komplek candi di Gunung Kawi, Tampaksiring. Kemudian Anak Wungsu (adik Marakatapangkaja) menggantikannya sebagai raja Kerajaan Buleleng selanjutnya. Dalam Dinasti Warmadewa, Anak Wungsu merupakan raja kerajaan Buleleng yang paling besar karena dapat membuat kerajaan menjadi stabil sehingga berbagai gangguan dapat dikurangi dengan baik, mulai dari gangguan di luar ataupun dalam kerajaan.

Dalam sejarah kerajaan Buleleng, pakirankiran I Jro makabehan (badan penasihat pusat kerajaan) ikut berperan serta dalam mendukung pelaksanaan pemerintahan raja Buleleng. Susunan badan penasihat pusat tersebut terdiri dari pendeta Siwa, Senapati dan pendeta Budha. Kewajiban badan ini ialah untuk memberikan nasihat dan tafsiran atas semua permasalahan dalam masyarakat kepada raja kerajaan Buleleng. Para pendeta bertugas untuk memeriksa masalah agama dan sosial. Sedangkan tugas Senapati ialah mengurus hal hal yang berkaitan dengan bidang pemerintahan dan kehakiman.

Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Buleleng

Selanjutnya saya akan menjelaskan tentang kehidupan sosial budaya dalam sejarah kerajaan Buleleng. Dalam peninggalan kerajaan Buleleng dijelaskan bahwa pada masa Dinasti Warmadewa, kehidupan masyarakatnya tidak jauh berbeda dengan kondisi masyarakat sekarang ini. Ketika Udayana memerintah terdapat istilah mengenai Wanua yakni kehidupan masyarakat yang berkelompok dalam suatu daerah. Mata pencaharian penduduk di Wanua sebagian besar ialah sebagai petani. Pimpinan wanua ialah seorang tetua yang dianggap dapat mengayomi masyarakat dan pandai.

Masyarakat Buleleng pada masa pemerintahan Anak Wungsu dapat dikelompokkan menjadi dua golongan seperti golongan luar kasta (jaba) dan golongan caturwarna. Dasar pembagian kelompok masyarakat tersebut sesuai dengan kepercayaan masyarakat Bali yang menganut agama Hindu. Bahkan adapula sistem penamaan anak pertama, kedua, ketiga dan keempat yang diperkenalkan oleh raja anak Wungsu. Adapun sistem penamaannya yaitu diantaranya:

  • Nama anak pertama ialah Wayan yang asalnya dari kata Wayahan berarti tua.
  • Nama anak kedua ialah Made yang asalnya dari kata Madya berarti tengah.
  • Nama anak ketiga ialah Nyoman yang asalnya dari kata Nom berarti Muda.
  • Nama anak keempat ialah Ketut yang asalnya dari kata tut berarti belakang.
Berdasarkan peninggalan kerajaan Buleleng terdapat penegakan hukum dan peraturan dalam pemerintahan Anak Wungsu secara adil sehingga kebebasan berpendapat diberikan kepada masyarakatnya. Bahkan para pejabat desa akan mendampingi masyarakat yang ingin mengungkapkan pendapatnya sehingga dapat berhadapan langsung dengan raja. Bukti kebebasan yang diberikan terlihat dari sikap perhatian raja Anak Wungsu kepada nasib rakyatnya.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng

Selanjutnya saya akan menjelaskan tentang kehidupan ekonomi dalam sejarah kerajaan Buleleng. Masyarakat Buleleng dalam aspek ekonomi lebih mengutamakan sektor pertanian. Hal ini terlihat dari peninggalan kerajaan Buleleng seperti prasasti Bulian. Dalam prasasti kerajaan Buleleng ini terdapat beberapa istilah yang berhubungan dengan sistem bercocok tanam seperti gaga (ladang), sawah, kebwan (kebun), parlak (sawah kering), kasuwakan (pengairan sawah) dan mmal (ladang di pegunungan). Kegiatan pertanian ini mengalami perkembangan yang pesat pada masa pemerintahan Marakatapangkaja.

Dalam sejarah Buleleng juga dijelaskan bahwa kemajuan kerajaan terjadi dalam sistem perdagangan antar pulaunya. Bukti kemajuan Buleleng terlihat dari banyaknya kegiatan perdagangan penduduk Buleleng dan para saudagar yang banyak singgah di Buleleng. Di Buleleng terdapat komoditas dagang yang cukup terkenal dengan nama Kuda. Bahkan transaski perdagangan 30 ekor kuda dilakukan oleh Raja Anak Wungsu kepada saudagar dari Pulau Lombok. Hal ini tertulis dalam prasasti kerajaan Buleleng yakni prasasti Lutungan. Inilah bukti bahwa ada saat itu perdagangan di Buleleng lebih maju karena untuk mengangkut kuda diperlukan kapal yang besar.

Peninggalan Kerajaan Buleleng

Setelah menjelaskan sedikit mengenai sejarah kerajaan Buleleng. Selanjutnya saya akan membagikan beberapa peninggalan prasasti kerajaan Buleleng seperti prasasti Blanjong, prasasti Malatgede dan Penempahan, pura Tirta Empul, serta Pura Penegil Dharma. Berikut penjelasan selengkapnya:

Prasasti Blanjong

Gambar Prasasti Blanjong
Peninggalan kerajaan Buleleng yang pertama ialah Prasasti Blanjong. Pembangunan Prasasti Blanjong dilakukan oleh Sri Kesari Warmadewa (raja Bali). Dalam prasasti ini terdapat kata Walidwipa yang berarti julukan untuk Pulau Bali. Dalam prasasti Blanjong juga terdapat tahun pendiriannya yakni pada tahun 913 M atau 835 caka. Penemuan prasasti Blanjong berada di dekat banjar Blanjong, desa Sanur Kauh, di daerah Sanur, Denpasar, Bali. Prasasti kerajaan Buleleng ini tergolong unik karena memiliki dua huruf didalamnya seperti huruf kawi menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pra Nagari menggunakan bahasa Bali Kuno.”

Prasasti Malatgede dan Penempahan

Prasasti kerajaan Buleleng selanjutnya ialah Prasasti Malatgede dan Penempahan. Dalam prasasti ini tertulis bulan Februari 913 atau bulan gelap Phalguna 835 S dalam bagian paronya.

Pura Tirta Empul

Gambar Pura Tirta Empul
Peninggalan kerajaan Buleleng selanjutnya ialah Pura Tirta Empul. Letak Pura Tirta Empul berada di Tampaksiring Bali. Pada tahun 967 M, pura Tirta Empul didirikan oleh raja Sri Candrabhaya Warmadewa. Penggunaan pura ini dikala itu untuk melakukan kehidupan yang lepas dari ikatan dunia materi dan hidup sederhana. Nama pura ini berasal dari nama mata air yang terdapat di dalam pura. Arti Tirta Empul ialah air dari tanah Air Tirta Empul yang menyembur keluar dan mengalir ke arah Sungai Pakerisan.

Pura Penegil Dharma

Gambar Pura Penegil Dharma

Pembangunan Pura Penegil Dharma terjadi pada tahun 915 M. Pura ini berhubungan dengan sejarah Ugrasena yang panjang (anggota keluarga Raja Mataram I) dan datangnya Maha Resi Markandeya ke Bali.

Sekian penjelasan mengenai beberapa peninggalan kerajaan Buleleng. Kerajaan Buleleng ialah kerajaan Hindu Budha di Bali yang paling tua. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan anda dan terima kasih telah berkunjung di blog ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *